MAKASSAR – Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, mengungkap temuan serius dan terstruktur terkait pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Sulawesi Selatan.
Ia menyebut telah terjadi rekayasa regulasi, penyimpangan sistem seleksi, dan pengelolaan anggaran yang mencurigakan dalam pelaksanaan Tes Potensi Akademik (TPA), yang dijadikan sebagai pintu masuk sekolah unggulan.
Dalam investigasi yang dilakukan Perjosi, pelaksanaan TPA terbukti tidak memiliki dasar hukum dalam regulasi nasional, serta dibiayai dengan dana publik yang tidak jelas asal-usul dan pengelolaannya.
Bung Salim menegaskan bahwa Permendikbudristek No. 3 Tahun 2025 tidak mengatur TPA sebagai syarat seleksi siswa baru, apalagi sebagai pembobot utama dalam skema penerimaan di sekolah unggulan. Namun kenyataannya, Dinas Pendidikan Sulsel justru memaksakan penerapan TPA sebagai komponen wajib dalam seleksi SPMB.
“Ini pelaksanaan kebijakan tanpa legalitas. Semua pelaksanaan dan pembiayaan TPA rawan dianggap ilegal. Ini bentuk pelanggaran serius yang harus ditindak, regulasi dipelintir” ujar Ketum Perjosi, saat dihubungi via selularnya, Rabu (18/6/2025).
Menurut Ketum Perjosi, terjadi pengaturan sistem penerimaan secara sepihak direkayasa dengan menempatkan TPA sebagai gerbang utama ke sekolah unggulan. Padahal, mayoritas jalur penerimaan nasional seharusnya melalui zonasi dan afirmasi, dimana jalur masuk diatur ulang, serta anak asal daerah tersingkir.
“Jalur afirmasi dan zonasi dikerdilkan. Anak-anak dari daerah atau sekolah biasa secara sistematis dikalahkan. Ini bukan seleksi, ini eliminasi,” tegas mantan Wakil Ketua PWI Sulsel ini.
Yang paling memprihatinkan, menurut Bung Salim, adalah dugaan kuat bahwa anggaran pelaksanaan TPA bersumber dari dana publik, namun tidak disertai dokumen resmi mengenai, nilai pagu atau realisasi kontrak, tidak ada nama lembaga pelaksana, mekanisme pemilihan penyedia jasa dan audit pengawasan internal sertatidak ada legalitas penugasan atau kerja sama pihak ketiga
“Ini proyek siluman. Dananya ada, pelaksanaannya jalan, tapi tidak ada dasar hukumnya. Kita patut menduga adanya praktik mark-up atau bahkan korupsi anggaran pendidikan,” katanya.
Ketum perjosi secara tegas kepada Gubernur Sulsel, jika siapa yang terbukti, jangan hanya mencopot, tapi perintahkan dilakukan proses hukumnya setelah ada pemeriksaan dari intenal, tutur wartawan senior ini.
Bung Salim juga mengimbau keras Gubernur Sulsel agar tidak hanya mencopot Kepala Dinas Pendidikan, tetapi juga segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) seperti Kejaksaan Tinggi dan Polda Sulsel, untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap Kadis dan seluruh tim pelaksana SPMB.
“Kita tidak bisa berhenti pada pencopotan jabatan. Ini bukan hanya kesalahan administratif, tapi indikasi kejahatan kebijakan dan keuangan. Gubernur harus melibatkan APH untuk membongkar semua yang terlibat,” seru Bung Salim.
Ia mendesak agar ada audit investigatif, penyitaan dokumen TPA, serta pemeriksaan terhadap seluruh pejabat yang terlibat dalam penganggaran, pelaksanaan, dan penyusunan juknis.
Selain itu, seruan nasional, untuk diusut sampai tuntas, kepada Ombudsman RI untuk menyelidiki potensi maladministrasi dan diskriminasi sistemik, BPK RI dan BPKP untuk mengaudit seluruh proses keuangan terkait TPA, serta KPK dan Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk memulai penyelidikan dugaan korupsi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membekukan semua kebijakan daerah yang bertentangan dengan regulasi pusat.“
Ini bukan reformasi pendidikan. Ini reformasi manipulatif yang berujung pada bisnis seleksi. Jika dibiarkan, maka anak bangsa jadi korban, dan pendidikan berubah menjadi alat kepentingan elite lokal,” tutupnya.
Komentar